Kamis, 26 Februari 2009

Pemuda Mengaku Dianiaya Polisi (Dituduh Melempar Mobil Patroli)

PALU – Seorang pemuda tanggung inisial Muamar Qadafi (20) warga Kelurahan Nunu, mengaku dianiaya satu truk oknum anggota Polisi Minggu dini hari (11/1). Atas tindakan oknum seragam cokelat itu, Muammar bersama orangtuanya Nasir, mengadu ke Komnas HAM Senin sore (13/1).
Muammar, menuturkan Minggu dini hari sekitar pukul 00.25 wita, bersama beberapa rekannya sedang begadang di pinggir jalan sambil menegak Miras. Saat itu ia bersama beberapa temannya sedang bercanda, sembari saling lempar batu. Ternyata, bersamaan dengan lemparan batu itu, mobil Patroli dan mobil truk Polisi melintas dan terkena lemparan batu.
"Saya tidak sengaja atau mau rencana lempar mobil polisi hanya kebetulan saya dengan teman saling lempar batu kecil dan kena mobil polisi," akunya.
Menurut korban, karena terkena lemparan batu, anggota polisi yang berada di atas mobil tersebut, mengira ia sengaja melempar mobil. Saat itu beberapa anggota polisi langsung menangkapnya dan memasukan ke mobil truk. Di dalam mobil truk polisi katanya, ia diseret dan dipukul, ditendang berkali-kali.
"Saya sudah tidak tahu berapa kali saya dipukul sampai kepala saya sakit. Yang jelas muka, kepala, perut dipukul dan saya tidak tahu siapa semua yang pukul saya di dalam truk polisi," ungkapnya.
Orangtua korban Nasir, mengatakan pihaknya keberatan dengan perlakuan oknum polisi yang menganiaya anaknya dengan cara mengeroyok. Menurut Nasir, jika memang anaknya bersalah polisi tidak boleh seenaknya main pukul dan keroyok tapi ada proses hukum yang berlaku. "Saya sebagai orangtua jelas kecewa dengan tindakan oknum polisi yang langsung main pukul," tegasnya.
Dikatakannya, akibat penganiayaan itu anaknya mengalami luka di beberapa bagian tubuh di antaranya mata kiri memar, bibir pecah hingga susah makan, kepala bagian belakang terus terasa sakit, lutut luka lecet. "Kalau memang anak saya bersalah kenapa tidak proses hukum, malah dianiaya dulu baru dilepas," bebernya.
Ketua Komnas HAM Sulteng Dedy Askari, mengatakan apapun alasannya oknum polisi sudah melakukan pelanggaran HAM dengan penganiayaan terhadap korban. Kalau memang korban benar-benar bersalah dengan tuduhan melempar mobil polisi harusnya dilakukan upaya hukum bukan dianiaya dengan cara mengeroyok hingga korban mengalami luka-luka.
"Dari surat perintah pelepasan penangkapan No.Pol:SP-Kap/11c/1/2009/Sat Rerskrim korban dilepas karena kepentingan pemeriksaan sudah selesai dan tersangka tidak perlu ditahan. Ini namanya kan habis pukul lepas tidak ada tanggung jawab," ujarnya.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Rrakyat (PBHR) Sulteng Rasyidi Bakry SH, LLM, menilai upaya oknum polisi khususnya di wilayah Polres Palu memberantas preman tidak sesuai dengan tindakannya. Menurutnya beberapa oknum polisi justru mempraktikkan tindakan premanisme.
Senada dengan itu, Koordinator Kontras Sulawesi Edmond Leonardo S SH, mengungkapkan Kapolda Sulteng sebagai pucuk pimpinan harusnya lebih tegas dengan anggotanya agar menjadi pengayom masyarakat bukan penganiaya masyarakat.
"Seharusnya dengan beberapa kasus yang melibatkan oknum polisi yang terjadi belakangan ini di antaranya salah tangkap, penembakan warga Kalawara menjadi catatan Kapolda agar anggotanya tidak lagi berbuat hal-hal yang mencoreng citra polisi," tukasnya.
Kapolres Palu AKBP AB Sitinjak yang coba dikonfirmasi via ponsel di nomor 0451 47160XX sore kemarin tidak mau berkomentar. Kapolres hanya, mengatakan ia sedang olahraga. "Nanti aja ya saya masih olahraga," sembari menutup teleponnya. (ron)

1 komentar:

kontras sulawesi mengatakan...

polisi yang notabene perpanjangan tangan pemerintah yang bertugas untuk menjaga keamanan seharusnya dalam melakukan penanganan harus lebih manusiawi.. sesuai dengan UU no2 Tahun 2002 polisi adalah penganyom masyarakat,mitra masyarakat. jangan adalagi tindakan brutal oleh polisi