Senin, 21 Desember 2009

Warga Singkoya dan Karyawan Murad Bentrok

Senin, 21 Desember 2009

LUWUK - Ratusan warga Desa Singkoyo Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai, terlibat bentrok dengan karyawan PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS), saat melakukan pendudukan di atas lahan sengketa seluas 1.500 hektar yang di klaim milik warga. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa yang terjadi sekitar Pukul 09.00 Wita, Kamis kemarin.


Peristiwa itu bermula saat warga dan pemangku adat setempat mendirikan tenda di kawasan sengketa dengan tujuan mengambil kembali lahan sengketa yang berada dalam penguasaan PT KLS.

Bentrokan berawal saat lima orang karyawan, salah satunya mandor PT KLS bernama Baso, mendatangi lokasi dengan menggunakan sebuah mobil pick-up biru dan memaksa warga membongkar tenda.

Karena warga menolak, karyawan KLS langsung mencabut senjata tajam bawaannya berupa parang, "Langsung bacabut parang," kata Yunus (43), seorang warga yang ditemui media ini di lokasi.

Warga yang datang dengan tangan kosong, langsung berhamburan menyelamatkan diri ke antara pohon kelapa sawit milik KLS. "Kalau saya tidak merunduk sudah kena parang saya,"ungkap Huruf (51), Ketua Adat Tauta.

Aksi pengejaran itu baru berakhir ketika warga keluar dari kawasan perkebunan kelapa sawit tersebut.

Bukan hanya itu, menurut warga, salah seorang karyawan KLS membawa senjata api (senpi), "tadi ada yang mengangkat senjata api," ungkap Sr, warga yang nyaris menjadi korban kepada wartawan media ini.

Mendengar kejadian itu, puluhan warga desa lainnya, langsung mendatangi lokasi dan bergabung dengan masa aksi sebelumnya, dengan mebawa senjata tajam berupa parang dan jenis lainnya, untuk menjaga kelancaran aksi.

Aksi ini berakhir sekitar Pukul 17.00 Wita, saat puluhan personil pasukan Polsek Toili membongkar paksa tenda yang didirikan warga, sempat terjadi adu mulut antara warga dan pihak keamanan.

Berbagai senjata tajam milik warga tidak luput dari sitaan polisi,"kami menyita senjata tajam, karena saat ini kita memang tengah genjar razia senjata tajam," kata Kapolsek Toili AKP Dharmanto yang ditemui di lokasi kejadian.

Sementara itu Dharmanto seakan tidak menerima laporan warga secara lisan, karena dia nenganggap aksi tersebut ilegal dan tidak berizin,"siapa suruh bikin aksi tanpa izin" katanya. (Banjir)
http://mediaalkhairaat.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4927&Itemid=1

Rabu, 21 Oktober 2009

Penertiban Tambang Polda Tinggal Tunggu Instruksi

Kamis, 22 Oktober 2009

PALU – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tengah Daerah Pemilihan (Dapil) Tolitoli menyesalkankan sikap Pemerintah Daerah yang dinilai diksriminasi serta tidak peduli terhadap korban banjir dan tanah longsor di Kabupaten Tolitoli.
Anggota DPRD Zainal Daud kepada Media Alkhairaat, Selasa (20/10) kemarin mengatakan, sejak terjadinya bencana alam banjir dan tanah longsor di daerah Tolitoli belum terlihat kepedulian Pemerintah Sulteng dalam menanggulangi serta memberikan bantuan sedikitpun terhadap masyarakat.
Kata Zainal, bantuan yang selama ini diterima masyarakat korban banjir hanya berupa 143 dos mie instan dan 500 kiloggram beras, sedangkan masyarakat yang menjadi korban terkena dampak dari banjir dan tanah longsor sangat banyak. “Apakah Tolitoli bukan bagian Sulawesi Tengah, sehingga Pemda tidak mempunyai kepedulian sedikitpun terhadap nasib yang menimpa mereka,” ungkapnya.
Dia menambahkan, melalui pertemuan yang telah dilakukan sejumlah anggota legislatif, pekan lalu dan dengan mendengarkan keterangan sejumlah SKPD, antara lain Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan beberapa dinas terkait lainnya telah disepakati dalam waktu dekat akan mengirimkan bantuan ke daerah bencana di Kabupaten Tolitoli.
Zainal Daud menyesalkan tindakan Pemda yang seakan-akan hanya memperdulikan korban gempa yang terjadi di Sumbar. Padahal bantuan dari daerah lain selain Sulteng sudah sangat banyak tersalurkan. “Andaikan dana tersebut sedikit disisihkan untuk korban bencana banjir dan tanah longsor di daerah Tolitoli pastinya akan lebih baik,” kata dia.
Dari pantauan Zainal Daud, selama ini bentuk partisipasi dan kepedulian Pemda terhadap kabupaten Tolitoli sangat minim, terbukti hampir setiap tahunnya bencana banjir dan tanah longsor terjadi, tetapi peranan pemda sebagai perwujudan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat tidak pernah dirasakan masyarakat Tolitoli.
Kata dia, Anggota DPRD Sulteng Dapil Tolitoli telah sepakat, walaupun ada atau tidak adanya bantuan dari pemerintah daerah terkait bencana banjir dan tanah longsor yang melanda Tolitoli, mereka akan tetap ke daerah tersebut untuk memberi bantuan sebagai bentuk solidaritas dan partisipasi mereka terhadap bencana yang menimpa mereka. “Kalau Pemerintah Sulteng tidak memberikan bantuan untuk korban Tolitoli, tidak menjadi sebuah persoalan bagi kami,” pungkasnya. (NANDAR)

Selasa, 20 Oktober 2009

Pasca Konflik Poso, Dibutuhkan Tim Adhoc

Rabu, 21 Oktober 2009
PALU- Dalam rangka pemulihan kondisi Kabupaten Poso, pasca terjadinya konflik komunal di daerah tersebut. Dibutuhkan tim adhoc, yang bertugas merumuskan dan mengerjakan penanganan secara menyeluruh.
Demikian kesimpulan sementara pada Diskusi Konsultatif yang diselenggarakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham), unsur Muspida Sulawesi Tengah (Sulteng) dan kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat, Senin (19/10) di Swiss belhotel, Kelurahan Silae.
Ketua Komnas Ham, Ibdal Kasim mengatakan, untuk menyikapi perkembangan kondisi Poso, perlu dilakukan langkah-langkah konkrit tepat sasaran dan sesuai kebutuhan, terutama soal jaminan Hak-hak Ekonomi, Budaya dan Sosial (Ekobos) pengungsi.
“Bagi kami, perlu dibentuk tim adhoc untuk pemenuhan hak-hak ekobos masyarakat Poso, baik itu pengungsi atau yang sudah kembali ke Poso. Bukan penanganan yang sifatnya sementara,” kata Ibdal Kasim.
Sementara itu, ketua Fraksi Tadulako DPRD Sulteng, Sawerigading Palima mengatakan, hal tersebut harus segera dilakukan, sebab jika berlarut-larut akan menciptakan kebiasaan baru bagi pengungsi.
“Kalau ini lambat, masyarakat di lokasi pengungsian akan menjadi betah. Ini harus diperjelas, apa keinginan mereka,” kata S Pelima.
Hal yang sama dikatakan Anggota DPRD Sulteng, Mustar Labalo. Menurutnya, pembentukan tim adhoc merupakan kebutuhan.
“Secara politik, kami siap mendorong pembentukan tim ini, dan siap untuk mengawal kerja-kerjanya kedepan,” kata Mustar.(SAHRIL)
sumber:http://mediaalkhairaat.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3973&Itemid=1

Pasca Konflik Poso, Dibutuhkan Tim Adhoc

Rabu, 21 Oktober 2009
PALU- Dalam rangka pemulihan kondisi Kabupaten Poso, pasca terjadinya konflik komunal di daerah tersebut. Dibutuhkan tim adhoc, yang bertugas merumuskan dan mengerjakan penanganan secara menyeluruh.
Demikian kesimpulan sementara pada Diskusi Konsultatif yang diselenggarakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham), unsur Muspida Sulawesi Tengah (Sulteng) dan kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat, Senin (19/10) di Swiss belhotel, Kelurahan Silae.
Ketua Komnas Ham, Ibdal Kasim mengatakan, untuk menyikapi perkembangan kondisi Poso, perlu dilakukan langkah-langkah konkrit tepat sasaran dan sesuai kebutuhan, terutama soal jaminan Hak-hak Ekonomi, Budaya dan Sosial (Ekobos) pengungsi.
“Bagi kami, perlu dibentuk tim adhoc untuk pemenuhan hak-hak ekobos masyarakat Poso, baik itu pengungsi atau yang sudah kembali ke Poso. Bukan penanganan yang sifatnya sementara,” kata Ibdal Kasim.
Sementara itu, ketua Fraksi Tadulako DPRD Sulteng, Sawerigading Palima mengatakan, hal tersebut harus segera dilakukan, sebab jika berlarut-larut akan menciptakan kebiasaan baru bagi pengungsi.
“Kalau ini lambat, masyarakat di lokasi pengungsian akan menjadi betah. Ini harus diperjelas, apa keinginan mereka,” kata S Pelima.
Hal yang sama dikatakan Anggota DPRD Sulteng, Mustar Labalo. Menurutnya, pembentukan tim adhoc merupakan kebutuhan.
“Secara politik, kami siap mendorong pembentukan tim ini, dan siap untuk mengawal kerja-kerjanya kedepan,” kata Mustar.(SAHRIL)

Kamis, 15 Oktober 2009

PN Palu Adili Penembak Dosen Unsimar Poso

Palu – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palu yang diketuai Heru Pramono, SH, Kamis (27/08/2009) pukul 11.30 Waktu Indonesia Tengah menyidangkan terdakwa Amrullah alias Kana alias Leo bin Amureng (30). Amrullah adalah terdakwa penembakan Dekan Fakultas Hukum Universitas Sintuvu Maroso, Poso, Sulawesi Tengah, Juliet Rosy Tilongo, SH,MH.

Terdakwa didampingi oleh Penasehat Hukum yang dipimpin Asludin Hatjani, yang juga mendampingi sejumlah keluarga tersangka peledakan bom Ritz Carlton dan JW Marriot, pada Jumat (17/07/2009) lalu.

Majelis Hakim yang diketuai Heru Pramono, beranggotakan Kukuh Subiyakto, SH dan Elvian, SH. Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah Inti Astutik, SH dan Zainal, SH.

Dalam sidang awal Jaksa Inti Astutik membacakan sejumlah dakwaan atas terdakwa Amrullah yang didakwa melakukan penembakan atas Juliet Rosy Tilongo, pada Selasa (30/3/2004) silam di kampus Universitas Sintuvu Maroso. Saat itu dia bonceng oleh Umang, yang saat ini masih terdalam dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kepolisian Republik Indonesia.

Usai pembacaan dakwaan, Majelis Hakim kemudian mengundang PH dan JPU untuk mendiskusikan jadwal persidangan. Persidangan selanjutnya akan digelar pada Kamis (03/09/2009) mendatang.

Asludin Hatjani, PH terdakwa, mengatakan bahwa mereka telah menyiapkan strategi pembelaan.

“Kita akan ikuti proses persidangan ini apakah Jaksa dapat membuktikan bahwa klien saya terbukti bersalah atau tidak,” kata Asluddin yang aktif di Tim Pembela Muslim ini.

Sementara Zainal, anggota Jaksa Penuntut Umum mengatakan bahwa belum tertangkapnya Umang yang menjadi rekan terdakwa saat aksi penembakan itu, tidak menjadi halangan.

“Ada saksi-saksi dan lainnya yang dijadikan dasar menyusun dakwaan,” kata Zainal.

Amrullah ditangkap pada Senin, (20/04/2009) oleh Detasemen Khusus 88 Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat di Makassar, Sulawesi Selatan setelah lima tahun menjadi buronan. Ia kemudian dievakuasi kembali ke Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah. Namun Umang, temannya yang memboncengnya saat melakukan penembakan itu saat masih diburu Detasemen Khusus 88.

Selasa (30/3/2004) silam, tersangka Amrullah bersama Umang (DPO) melakukan penembakan atas sejumlah dosen beragama Kristen Protestan yang mengajar di Universitas Sintuvu Maroso. Sebelum melakukan penembakan tersangka dan temannya, melakukan pengintaian. Dari pengintaian itu diketahi saksi korban Rosy kerap turun dari Tentena, Pamona Selatan, Poso untuk mengajar dengan empat orang temannya dua kali dalam seminggu. Mereka mengendarai mobil Suzuki Futura berwarna biru.

Berdasarkan itulah, tersangka yang merupakan anggota kelompok Mujahiddin Kayamanya menetapkan targetnya. Menurut mereka itu adalah amaliyah yang bernilai jihad bagi kelompoknya.***

Rabu, 14 Oktober 2009

Ribuan Petani Banggai Berdemonstrasi

Tanggal:01 Okt 2009
PALU – Ribuan petani yang tergabung dalam Koalisi Petani Kabupaten Banggai untuk Keadilan berdemonstrasi di Kantor Kepolisian Resort (Polres), Kantor Pengadilan Negeri dan Kantor Bupati Banggai, Rabu (30/9). Mereka menuntut penyelesaian sejumlah kasus tanah di dataran Toili.

Dalam pernyataan sikapnya yang dikirimkan di Kantor Redaksi Radar Sulteng, tadi malam Koalisi Petani Banggai yang terdiri dari Persatuan Petani Singkoyo (Pepsi), Serikat Petani Piondo (SPP), Serikat Buruh Tani Benteng (SBTB), Serikat Petani Bukit Jaya (SPBJ), Serikat Tani Nelayan Tou (STNT), Petani Bualemo, Petani Mailong, Petani Toili, Front Rakyat Anti Sawit (Fras), KPKP-ST, Walhi Sulteng, LBH Sulteng, LBH Luwuk, Yayasan Tanah Merdeka (YTM), SPHP, AGRA, Ansos, SP Palu, Yayasan Merah Putih (YMP), Kontras Sulawesi, Jatam Sulteng, Sawit Watch dan PBHR Sulteng mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banggai untuk menghentikan ekspansi perkebunan sawit di Banggai, menyelesaikan masalah tapal batas hak guna usaha (HGU) PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) di Desa Singkoyo, Toili dan Benteng. Mendesak Pemkab Banggai agar mengembalikan tanah rakyat yang diduga digusur PT KLS, menyetop penebangan hutan yang menyebabkan erosi, banjir, dan kekeringan, mengembalikan tanah rakyat yang memiliki alas hak yang diduga dikuasai PT KLS.

Selain itu, Koalisi Petani Kabupaten Banggai untuk Keadilan juga mendesak Pemkab Banggai untuk menerbitkan surat keputusan khusus tentang distribusi tanah untuk petani yang tidak memiliki tanah minimal dua hektar per kepala keluarga, memperjelas tata ruang dan batas wilayah antardesa, HGU dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Pemkab Banggai didesak pula agar menerbitkan surat keputusan khusus yang mengatur maksimalisasi kebun sawit milik petani plasma dalam segi peningkatan kualitas pohon sawit, dan membangun sarana produksi sawit milik petani plasma, transparansi atas utang petani plasma kepada perusahaan sawit, mendesak Pemkab Banggai agar menerbitkan Perda tentang Penentuan Harga Dasar Tandan Buah Segar (TBS) dengan melibatkan petani plasma. Tuntutan lain yang disampaikan petani adalah mendesak Pemkab Banggai untuk memperkuat pengawasan terhadap perusahaan terutama dalam menentukan upah yang adil bagi buruh, mendesak Pemkab Banggai agar menetapkan upah yang layak bagi buruh tani yang bekerja di perkebunan sawit. Upah buruh harus sesuai dengan UMR, UMP dan UMK.

“Kami juga mendesak Pemkab Banggai untuk mendistribusi BBM dan pupuk bersubsidi kepada petani dan bukan kepada perusahaan perkebunan sawit, memberikan tindakan tegas kepada oknum Pemkab yang menjual tanah rakyat. Kami juga mendesak Pemkab Banggai untuk mengevaluasi izin HTI dan HGU milik PT KLS dan PT WMP,” tegas salah seorang demonstran, Eva Susanty Bande kepada Radar Sulteng via ponsel tadi malam.

Saat demonstrasi tersebut Koalisi Petani juga mendesak kepada Polres Banggai untuk menghentikan kriminalisasi terhadap petani yang menuntut hak-haknya, menangkap pelaku penggusuran tanah yang dilaporkan petani, dan menindak tegas oknum polisi yang terlibat mengolah kayu. Khusus kepada Pengadilan Negeri Luwuk, Koalisi Petani mendesak agar lembaga tersebut berpihak kepada petani dalam bentuk memenangkan gugatan mereka (petani,red) terhadap perusahaan.

Menanggapi tuntutan petani, Bupati Banggai tegas Eva Susanty, langsung membentuk tim advokasi dan investigasi kasus-kasus tanah di dataran Toili. Tim ini diketuai langsung oleh Bupati Banggai, Drs H Ma’mun Amir dengan anggota di antaranya adalah Asisten I Sekretariat Daerah Kabupaten Banggai dan perwakilan petani. Tuntutan Koalisi Petani ini juga direspons positif oleh Polres Banggai dengan berjanji akan menindaklanjuti tuntutan petani.

Sekadar diketahui, aksi massa ini dilakukan dalam rangka memperingati Hari Tani Sedunia. Massa petani Kabupaten Banggai ini berangkat dari Toili dengan menggunakan mobil truk. Setelah melalui perjalanan sekitar dua jam, mereka tiba di Kota Luwuk sekitar pukul 11.30 Wita. Di Kota Berair Luwuk ini massa demonstran mengawali aksinya di Kantor Polres Banggai, setelah itu ke Kantor PN Luwuk dan berakhir di Kantor Bupati Banggai.(bil)
Sumber: radarsulteng.com

Minggu, 11 Oktober 2009

Keterlibatan Perwira Polisi di Poboya AT: Saya Hanya Melihat Keluarga Saya dari Utara

Media Alkhairat
Sabtu, 30 Mei 2009

PALU – Terlibatnya beberapa oknum polisi termasuk yang berpangkat perwira, di lokasi penambangan emas di Kelurahan Poboya Kecamatan Palu Timur, ternyata bukan hanya ikut memiliki kaplingan tambang. Kebanyakan oknum polisi itu mengaku hanya melihat sanak familinya yang datang menjadi penambang di lokasi itu.

AT, seorang perwira polisi berpangkat ajun komisaris polisi (AKP) yang ditemui media ini Kamis (28/5) mengakui, dirinya sama sekali tidak terlibat dalam aksi penambangan di perbukitan Poboya. Keberadaanya dirinya di lokasi penambangan, bukan untuk membekingi atau memiliki kaplingan lubang tambang emas, tetapi untuk melihat banyaknya warganya yang berasal dari Bolaang Mongondow yang datang di lokasi itu.


“Karena mendengar banyak orang dari kampong saya yang datang ke Palu untuk menambang emas, maka saya datang ke lokasi untuk melihat rekan-rekan saya dari kampung. Maklum, sudah lama tidak ketemu dengan orang-orang dari Bolaang Mongondow,’’ aku AT yang juga berasal di Bolaang Mongondow Sulawesi Utara itu.

Kemunculannya saat sosialisasi penutupan tambang Poboya di kantor Lurah Poboya awal pekan lalu, bukan disebabkan keterlibatannya di lokasi tambang. Melainkan hanya menyampaikan keluhan masyarakat penambang yang mendengar rencana penutupan areal tambang oleh pemerintah Kota Palu.

“Saya cuma ingin menyampaikan bahwa tambang itu bisa mengubah hidup masyarakat setempat. Makanya saya bawa bundle undang-undang pertambangan waktu itu. Tapi soal kebijakan, semuanya urusan pemerintah. Asalkan ada juga keadilan bagi masyarakat di sana,’’ tandasnya.(abdee)

Selasa, 06 Oktober 2009

Tujuh Anggota Polsekta Rappocini Diperiksa

Rabu, 07-10-09 | 21:08 |
MAKASSAR -- Polresta Makassar Timur memeriksa tujuh personel Polsekta Rappocini akibat tidak merespons laporan warga tentang tawuran di Jalan Rappocini Raya. Pemeriksaan ketujuh polisi yang bertugas sebagai piket saat kejadian berlangsung dilakukan di unit P3D Polresta Makassar Timur, Selasa 6 Oktober.

Pemeriksaan ketujuh polisi sekaitan dengan dugaan kelalaian yang mengabaikan laporan warga tentang tawuran di Jalan Rappocini Raya, Minggu subuh. Atas insiden itu, kaca sebuah masjid dan rumah warga yang berada di lokasi turut menjadi korban akibat lemparan batu. Kasus tersebut sepenuhnya ditangani Polresta Makassar Timur

Ketujuh personel Polsekta Rappocni ini mendatangi ruangan Unit Pelayanan Pengaduan dan Penegakan Disiplin (P3D) Polresta Makassar Timur. Mereka diperiksa secara terpisah di tempat itu. Sayangnya, polisi enggan membeberkan nama-nama polisi yang menjalani pemeriksaan itu.

"Sejauh ini penyidikan masih terus kita lakukan. Berikan waktu kepada tim untuk menuntaskan semua hasil penyelidikan yang ada," ujar Kepala Kepolisian Resor Kota Makassar Timur, Ajun Komisaris Besar Polisi Mansjur, kemarin.

Mansjur mengatakan selain memeriksa polisi yang bertugas saat kejadian, tim yang dibentuk juga melakukan pelacakan bukti secara tertulis. Caranya, tim penyelidikan telah menyita buku mutasi yang menerangkan setiap pergerakan polisi yang sedang bertugas.

Informasi yang dihimpun Fajar menyebutkan tim yang dibentuk tersebut tidak menemukan adanya catatan yang menyebutkan petugas piket mendatangi lokasi kejadian yang dilaporkan tersebut. "Yang pasti jika memang tidak ada di buku mutasi berarti itu adalah salah satu bukti, personel tidak ke sana. Namun, sekali lagi itu masuk dalam bahan penyelidikan kami," tukasnya.

Mantan Kasat Reskrim Polwiltabes Makassar ini mengataka, telah memanggil Kapolsek Rappocini, Ajun Komisaris Polis Haryadi untuk menjelaskan duduk permasalahan sebenarnya. Kendati demikian, hasil pembicaraan tersebut tidak diurai.

"Saat kejadian itu, petugas juga sedang melakukan pengamanan di beberapa TKP. Karena ada kejadian yang hampir bersamaan dengan tawuran di Jalan Rappocini Raya," imbuhnya. Dikonfirmasi terpisah, Kapolsek Rappocini AKP Haryadi mengatakan turut melakukan penyelidikan kasus itu. Ia mengatakan tidak segan-segan menindak anggota yang terbukti melanggar. (rah)http://www.fajar.co.id/index.php?option=news&id=70683

Anggota DPRD Palu Dilaporkan Terlibat Penganiayaan

6 Oktober 2009
PALU – Anggota DPRD Palu, Iksan Kalbi, dilaporkan ke Polisi dalam kasus dugaan penganiayaan seorang pemuda di Kelurahan Palupi.

Informasi yang dihimpun Senin (5/10), peristiwa itu terjadi Sabtu malam (4/10) di Kelurahan Palupi. Malam itu sekitar pukul 23.30, dua pemuda Rendy dan Zulfikar bertikai dan sempat terjadi adu jotos. Pada saat ramai-ramai, Iksan Kalbi kemudian mendatangi kerumunan orang-orang yang ramai melihat pekelahian dua pemuda. Iksan kemudian melerai ke dua pemuda yang berkelahi. Tidak terima diperlakukan kasar Zulfikar kemudian melaporkan pemuda bernama Rendy bersama Iksan Kalbi ke Polres Palu ikut menganiaya Zilfikar.

Kasat Reskrim Polres Palu, AKP Stefanus Tamuntuan yang dikonfirmasi, membenarkan adanya laporan seorang pemuda kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan anggota DPRD Kota Palu. Dan kasusnya sementara dalam proses penyelidikan. “Laporannya sudah masuk dan masih lidik. Belum ada yang ditetapkan tersangka karena masih pemeriksaan saksi-saksi dulu,” pungkas Stefanus.

Ditemui terpisah anggota DPRD Kota dari Partai Bulan Bintang (PBB), Iksan Kalbi membantah jika ia terlibat penganiayaan terhadap seorang pemuda di Palupi. Menurut Iksan, malam itu memang ada perkelahian dua pemuda yakni, Rendy dan Zulfikar. Karena ada ribut-ribut kebetulan Iksan berada di dekat lokasi kejadian, mendekati dua pemuda yang bertikai. Karena salah seorang pemuda yang bertikai menggunakan senjata tajam parang, Iksan kemudian menarik dari belakang dan memisahkan kedua pemuda itu yang sudah saling pukul. Bahkan tangan salah seorang pemuda sudah terkena sabetan parang. “Saya hanya melerai, karena salah seorang pemuda yang bernama Rendy tangannya sudah kena potong Zulfikar jadi yang pegang parang saya tarik. Dan tidak benar saya memukul atau terlibat penganiayaan,” tegasnya.

Sebagai orangtua dan warga Palupi, ujar Iksan ia tidak mungkin membiarkan dua pemuda yang berkelahi dan tidak melerai. Apalagi saat itu salah seorang pemuda sudah menggunakan senjata tajam. “Kalau saya dilaporkan ke Polisi, saya siap dipanggil dan diperiksa. Yang jelas saya tidak menganiaya atau terlibat penganiayaan. Malam itu saya hanya melerai dua pemuda yang berkelahi,” pungkasnya. (ron) http://www.radarsulteng.com/berita/index.asp?Berita=Kriminal&id=58366

Oknum Polisi Aniaya Istri Kedua

Sabtu, 3 Oktober 2009
PALU - Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali terjadi, kali ini diduga dilakukan oleh oknum polisi berpangkat Bripda inisial IH, yang bertugas di Polda Sulteng.

Korban Mardiana warga Desa Tongoa Kecamatan Palolo, Kamis (1/10) di halaman parkir Polda Sulteng, menuturkan ia sudah melapor resmi ke Bid Propam Polda, terkait penganiayaan yang dilakukan suaminya. “Saya sudah tidak tahan dipukul, makanya saya lapor saja dia,” katanya.

Menurut korban, ia adalah istri kedua IH yang dinikahi secara sirih 5 tahun yang lalu dan kini telah memiliki satu orang anak. Bahkan, IH dengan istri pertamanya belum cerai hanya tidak memiliki anak. “Saya memang sudah tidak mau dengan dia, karena kasar suka memukul,” bebernya.

Puncaknya ungkap korban, sehari sebelum lebaran korban didatangi IH di rumahnya yang juga rumah makan Diana Tongoa Palolo. Saat itu, korban meminta untuk cerai saja, tapi IH marah dan memukul wajah korban hingga menyebabkan luka memar. Bahkan saat korban terjatuh, lengan korban diinjak hingga lengan korban bengkak dan sulit digerakkan. “Saya tidak tahu berapa kali saya dia pukul. Pokoknya mukaku bengkak-bengkak semua,” akunya.

Korban, menuturkan sebelum melapor ke Bid Propam, ia didampingi temannya yang juga menjadi saksi, karena saat penganiayaan terjadi temannya juga melihat langsung. “Saya juga sudah divisum dan hasil visum menjadi bukti untuk laporan saya,” ujarnya.

Informasi yang dihimpun di Polda Sulteng, catatan Polda Sulteng, IH memiliki catatan kriminal dan sudah pernah disidang dalam kasus terlibat penggunaan Narkoba. (ron) http://www.radarsulteng.com/berita/index.asp?Berita=Kriminal&id=58242

Pemukiman Eks pengungsi Poso butuh listrik PLN

media Alkhairaat,senin 5 okt 2009
Poso- Pemukiman Kajuawu Kecamatan pamona Utara,kabupaten Poso Sulawesi tengah yang dihuni 1.000 jiwa eks pengusi korban kerusuhan Poso,belum tersentuh aliran listrik.
“kami sangat membutuhkan listrik selain sebagai penerang rumah,juga untuk kebutuhan membuka usaha”.Kata Lmbaresi,warga eks pengungsian Poso asal desa galungan dutemui Antara di Kajuawu,Ahad (4/10).Para warga eks pengungsian ini memilih tidak kembali kekampung asalnya, setelah terjadi kerusuhan di Kota Poso dan daerah pinggirannya pada tahun 1998 hingga 2002.
Lokasi pemukiman baru mereka itu masuk sedikit ke dalam kawasan hutan dan berjarak sekitar lima kilometer dari Tentena.Ibu kota Pamona Utara yang terletak di tepian danau Poso.
Sebelumnya,para warga tersebut menghuni lokasi pengungsian leter yang terletak di tepi jalan raya di kota Tentena,Mereka berada di lakosi pengungsian tersebut hingga tahun 2008.
Tapi, seiring dengan perluasan pembangunan fasilitas pendidikian Universitas Kristen Tentena yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertengahan tahun 2007,para pengungsi tersebut kemudian dipindahkan ke lokasi pemukiman baru,Kajuawu.
Umumnya rumah warga berbentuk semi permanen di lokasi tersebut terlihat gelap pada malam hari karena tidak tersedia aliran listrik PLN.
Di pemukiman baru ini memang ada tersedia sebuah mesin Genset untuk pembangkit listrik yang dikelola warga,akan tetapi karena dayanya yang sangat kecil, hanya beberapa rumah warga yang diterangi, dan itupun listriknya menyala hanya enam jam sehari mulai pukul 18:00waktu setempat.Banyak juga rumah warga yang memilikipesawat televisi,namumn akibat keterbatasan daya mesin genset sehingga tidak dapat dihidupkan,kecuali hanya dijadikan pajangan di ruang tamu.***